Mu'jizat Alkabiir
\Oleh karena itu Allah menghendaki supaya mujizat Muhammad itu adalah mujizat insani yang rasional, yang masuk akal, yang takkan dapat ditiru, baik oleh manusia maupun jin, sekalipun mereka satu sama lain saling membantu. Mujizat itu ialah Qur’an. Ini adalah mujizat terbesar yang pernah diberikan Allah. Dengan itu Tuhan menghendaki akan memperkuat kerasulan NabiNya itu dengan argumen yang jelas dan dalil yang tak dapat dibantah. Ia menghendaki - dengan itu - agar agama ini mendapat kemenangan pada masa hidup Rasul, supaya dalam kemenangan itu orang melihat kemahakuasaanNya. Kalau Tuhan menghendaki adanya mujizat yang akan membuat mereka yang hidup pada masa Nabi merasa puas, tentu itu akan disebutkan dalam Qur’an. Tapi ada orang yang tidak mau percaya kalau tidak dibuktikan dengan akal. Karena itu maka ayat yang akan meyakinkan seluruh umat manusia akan kerasulan Muhammad itu ialah yang dekat sekali hubungannya dengan jantung dan pikiran mereka. Maka Allah telah memperlihatkan itu dalam bentuk Qur’an, sebagai argumen yang paling nyata dan sebagai mujizat kepada mereka dari Nabi yang ummi itu. Ia memperlihatkan kemenangan agama dan kekuatan iman kepadanya itu dengan melalui dalil dan keyakinan yang positif. Agama yang dibangun atas dasar inilah yang lebih kuat menanamkan iman ke dalam hati umat manusia sepanjang zaman, kepada pelbagai bangsa dan aneka macam bahasa.
Sekiranya ada segolongan masyarakat yang bukan Islam beriman kepada agama ini sekarsng, dan sebagai argumennya supaya ia yakin dan percaya, tidak ada sesuatu mujizat lain daripada Qur’an, niscaya itu tidak akan mengurangi imannya, juga tidak akan pula kurang Islamnya. Selama wahyu itu memang bukan bertugas membawa mujizat-mujizat semacam itu, tak ada salahnya apabila orang yang sudah beriman kepada Allah dan kepada RasulNya itu rnau menguji lagi segala yang mengenai mujizat, yang ada hubungannya dengan wahyu itu. Mana yang dapat dibuktikan dengan alasan positif dapat saja diterima; dan mana yang tak dapat.dibuktikan, terserah pada pendapatnya sendiri. Iapun tidak salah. Beriman kepada Allah yang tunggal tiada bersekutu memang memerlukan suatu mujizat, dan untuk itu cukup dengan merenungkan alam semesta yang telah diciptakan Allah. Begitu juga, sebagai bukti kerasulan Muhammad, yang dengan perintah Tuhan mengajak manusia beriman serta menyelamatkan mereka agar jangan berpaling hati, juga tidak memerlukan sesuatu mujizat selain Qur’an: tidak diperlukan lebih daripada membacakan Kitab Suci yang telah diwahyukan Allah kepadanya itu.
Sekiranya ada segolongan masyarakat yang bukan Islam beriman kepada agama ini sekarang, dan untuk meyakinkan itu tidak diperlukan sesuatu mujizat lain daripada Qur’an, niscaya orang yang pernah beriman itu akan terdiri dari dua macam: pertama orang yang sudah tidak tergoyahkan lagi hatinya; sejak pertama kali ia mendapat ajakan, hatinya sudah terbuka menerima iman, seperti halnya yang terjadi dengan Abu Bakr. Ia berimam dan percaya tanpa ragu-ragu lagi. Yang kedua, orang yang untuk imannya itu sudah tidak perlu lagi mencari mujizat-mujizat lain dari balik hukum alam, melainkan dicarinya di dalam penciptaan alam yang luas ini. Jangkauan persepsi kita terbatas sekali. Perbatasan alam dalam arti ruang dan waktu, tak dapat kita tangkap. Sungguhpun demikian ketentuan-ketentuan itu berjalan menurut hukum yang tidak berubah-ubah dan tidak pula bertukar-tukar. Melalui undang-undang Tuhan yang ada dalam alam itu ia akan terbimbing sampai kepada Penciptanya.
Buat dua macam golongan ini sama saja: baik dengan mujizat atau tidak. Bahkan keduanya tak pernah memikirkan tentang mujizat-mujizat itu selain daripada, bahwa itu adalah bukti karunia Tuhan. Iman yang semacam inilah yang menurut pendapat bilangan besar pemuka-pemuka Muslimin sebagai bentuk iman yang tertinggi. Yang sebagian lagi berpendapat, bahwa sumber iman yang sejati seharusnya jangan karena takut kepada siksa Allah atau karena mengharapkan pahalaNya, melainkan harus iman itu semata-mata karena Allah serta fana total ke dalam Ego Tuhan. KepadaNyalah semua persoalan itu akan kembali. Kita adalah kepunyaan Allah dan kepadaNya pula kita kembali.
#wallahu A'lam Bissawab, Wailaihil Marji'u Wal Ma'ab
Komentar
Posting Komentar