Shidq(Jujur)


Shidq (benar, jujur, lurus, tulus) merupakan tempat persinggahan
yang paling agung dan juga menjadi asal-usul tempat-tempat persinggahan
lainnya. Shidq merupakan jalan paling lurus. Siapa yang tidak
berjalan di atasnya, berarti dia adalah orang yang gagal dalam
perjalanan-nya. Dengan shidq ini pula dapat dibedakan antara orang
munafik dan orang yang beriman, antara penghuni surga dan penghuni
neraka. Shidq merupakan pedang Allah di bumi, yang setiap kali
diletakkan di atas sesuatu, maka ia akan memotongnya, dan setiap
kebatilan yang dihadapi-nya tentu ditebasnya hingga habis. Shidq
merupakan ruh amal, poros segala keadaan, pintu masuk orang-orang
yang hendak menuju tempat Allah, dasar bangunan agama dan sendi
keyakinan. Derajatnya mengikuti derajat nubuwah, yang merupakan
derajat paling tinggi. Mata air dan sungai di surga mengalir ke tempat
para shiddiqin atau shadiqin (orang-orang yang benar).
Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar bersama
orang-orang yang benar, karena mereka termasuk orang-orang yang secara
khusus mendapatkan nikmat Allah, bersama para nabi, syuhada dan
shalihin, dan mereka inilah teman-teman yang paling baik,

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar." (At-Taubah:
119).

"Dan, barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka
itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan, mereka itulah
teman yang sebaik-baik-nya." (An-Nisa': 69).
Allah telah mengabarkan tentang orang-orang yang berbuat
kebajikan dan memuji mereka karena amal mereka, berupa iman,
kepasrahan diri, sabar dan benar, bahwa mereka adalah orang-orang
yang memiliki shidq. Allah juga membagi manusia menjadi shadiq dan
munafik, sebagaimana firman-Nya,
.
"Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang
benar karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika
dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka." (Al-Ahzab: 24).
Asas iman adalah shidq, sedangkan asas kemunajikan adalah dusta.
Dusta dan iman tidak akan bersatu, tapi yang satu tentu akan memerangi
yang lainnya. Allah juga mengabarkan bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan
hamba dari siksa pada hari kiamat selain dari shidq-nya.
Shidq dalam perkataan artinya menegakkan lisan dalam perkataan
seperti tegaknya bulir pada tangkainya. Shidq dalam perbuatan artinya
menegakkan amal pada perintah dan mengikuti As-Sunnah, seperti
tegaknya kepala di atas jasad. Shidq dalam keadaan artinya menegakkan
amal hati dan anggota tubuh pada keikhlasan. Seberapa jauh kesempurnaan
perkara-perkara ini dan tegaknya, maka sejauh itu pula shidq-nya.
Karena itu Abu Bakar yang memiliki puncak tanda shidq disebut Ash-
Shiddiq. Sementara itu, Ash-Shiddiq lebih tinggi daripada ash-shaduq, dan
ash-shaduq lebih tinggi daripada ash-shadiq, yang semua merupa-kan
pelaku dari sifat shidq.
Di antara tanda shidq ialah ketenangan hati, dan di antara tanda dusta
ialah keragu-raguan, sebagaimana yang disebutkan dari hadits Al-Hasan
bin Ali, dari Nabi Shdllallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
.
"Kebenaran itu adalah ketenangan dan kedustaan itu adalah keraguraguan.
"
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari hadits Abdullah bin Mas'ud
Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
.
"Sesungguhnya kebenaran itu memberi petunjuk kepada kebajikan, dan
kebajikan itu memberi petunjuk ke surga. Sesungguhnya seseorang itu
senantiasa benar hingga dia ditetapkan di sisi Allah sebagai orang yang
benar. Dan, sesungguhnya dusta itu memberi petunjuk kepada kekejian,
dan kekejian itu memberi petunjuk ke neraka. Sesungguhnya seseorang
senantiasa dusta hingga dia ditetapkan di sisi Allah sebagai pendusta."
Beliau menjadikan shidq sebagai kunci dan permulaan derajat shid-diq
dan sekaligus tujuannya, yang sama sekali tidak bisa dicapai pendus-ta,
tidak dalam perkataan, perbuatan atau keadaannya, terutama orang yang
berdusta terhadap Allah, dalam sifat dan asma'-Nya, seperti menafi-kan apa
yang ditetapkan-Nya dan menetapkan apa yang dijanjikanNya, atau dusta
dalam agama dan syariat-Nya, seperti menghalalkan apa yang diharamkan-
Nya dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Banyak definisi dan ungkapan tentang hakikat shidq. Ada yang
berpendapat, shidq adalah perkataan yang benar dihadapan orang yang
engkau takuti dan juga yang engkau harapkan. Ada pula yang berpendapat,
artinya lurus saat sembunyi dan terang-terangan. Sementara orang
yang dusta, penampakannya lebih baik daripada yang tidak
ditampakkannya, seperti orang munafik yang zhahirnya lebih baik
daripada batinnya. Ada pula yang berpendapat, orang yang shadiq ialah
yang bersiap sedia untuk mati dan tidak merasa malu jika rahasia dirinya
terungkap. Dalam atsar Ilahy disebutkan, "Siapa yang benar kepada-Ku
saat sembunyi-sembunyi, maka Aku membenarkannya saat terangterangan
di tengah makhluk-Ku."
Sahl bin Abdullah berkata, "Pengkhiatan shiddiqin yang pertama
kali ialah bisikan terhadap diri sendiri."
Yusuf bin Asbath berkata, "Semalam saja aku bermu'amalah dengan
Allah secara benar, lebih kusukai daripada aku menghunus pedang
di jalan Allah."
Al-Harits Al-Muhasiby berkata, "Orang yang shadiq adalah orang
yang tidak peduli sekiranya semua bagian di hati manusia yang menjadi
miliknya tidak diberikan kepadanya, selagi dia dapat memperbaiki hatinya,
dia tidak suka jika mereka mengetahui kebaikan amalnya dan dia
tidak benci jika mereka mengetahui keburukan amalnya. Jika dia benci
karena mengetahui keburukannya, berarti dia menghendaki kehormat-an
di mata mereka, dan ini bukan tanda para shiddiqin."
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Shidq merupakan kata untuk
sebuah hakikat sesuatu, pencapaian dan keberadaan."
Shidq merupakan pencapaian sesuatu, kelengkapan dan kesempur-naan
kekuatannya serta kebersamaan bagian-bagiannya, seperti jika dikatakan,
"Azimah shadiqah", yang berarti hasrat yang benar, yaitu jika
hasrat itu kuat dan sempurna. Ada tiga derajat shidq, yaitu:
1. Shidq dalam tujuan. Dengan shidq seorang hamba berhak bergabung
dalam perjalanan ini, segala rintangan akan sirna, yang tertinggal akan
ketahuan dan yang rusak bisa diperbaiki. Tanda orang yang shadiq
ialah tidak membawa penyeru yang mengajaknya untuk membatal-kan
perjanjian, yang membuatnya tidak sabar dalam menghadapi
musuhnya dan tidak membuatnya mengendorkan semangat. Shidq
dalam tujuan artinya kesempurnaan hasrat dan kekuatan kehendak. Di
dalam hati ada pendorong yang benar dan kecenderungan yang keras
untuk mengadakan perjalanan. Bergabung dalam perjalanan ini belum
dianggap sah kecuali dengan shidq ini. Tanda orang yang shadiq ialah
tidak membawa penyeru yang mengajaknya untuk membatalkan
perjanjian, artinya bahwa orang yang shadiq secara hakiki, maka
semua kekuatan ruhnya diserahkan kepada kehendak Allah dan
dipersiapkan untuk bersua dengan-Nya. Siapa yang keadaannya
seperti ini, maka dia akan membawa suatu sebab yang membuatnya
tidak membatalkan perjanjian dengan Allah.
Musuh yang membuat hamba tidak sabar ialah orang-orang yang lalai
dan orang-orang yang memotong perjalanan hati kepada Allah. Yang
paling berbahaya bagi orang yang shadiq ialah berteman dengan
mereka. Kalau pun harus bergaul dengan mereka, maka bolehlah
bergaul dengan badannya saja, tidak dengan hati dan ruhnya.
2. Tidak mengangan-angankan kehidupan kecuali untuk kebenaran, tidak
mempersaksikan dirinya kecuali pengaruh kekurangan dan tidak
merasa senang karena ada keringanan.
Artinya, seorang hamba tidak suka hidup kecuali untuk menyebarkan
apa yang disukai Kekasihnya, melaksanakan ubudiyah kepada-Nya
dan memperbanyak sebab yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya,
bukan karena alasan keduniaan dan bukan karena dorongan hawa nafsu,
sebagaimana yang dikatakan Umar bin Al-Khaththab, "Kalau tidak
ada tiga perkara, tentu aku tidak suka tetap hidup, yaitu memegang
kendali kuda fi sabilillah, menghidupkan waktu malam dan berkumpul
bersama orang-orang yang memilih perkataan-perkataan yang bagus,
sebagaimana memilih korma-korma yang bagus." Tidak
mempersaksikan dirinya kecuali pengaruh kekurangan, maksudnya
melihat diri sendiri serba kekurangan, banyak aibnya dan hina. Siapa
yang mengetahui Allah, tentu mengetahui dirinya sendiri, yang berarti
dia melihat diri sendiri dari kaca mata kekurangan. Tidak merasa
senang karena ada keringanan, ini terjadi karena kesem-purnaan shidqnya,
kekuatan kehendaknya dan hasrat untuk maju ke depan, yang
membuat dirinya tidak melihat kepada kesenangannya karena ada
keringanan. Jika keringanan lebih dia sukai daripada hasrat yang kuat,
lalu dia berkeinginan menenangkan dirinya, maka hal ini disebut
shidq. Jika seorang hamba tidak berpuasa dalam perjalanan,
mengqashar dan menjama' shalat saat diperlukan, mempercepat shalat
saat ada kesibukan, atau keringanan-keringanan lain yang disukai
Allah untuk diamalkan, maka hal ini tidak mengurangi shidq. Tapi
keringanan yang bersifat ta'wil dan dilandaskan kepada perbe-daan
pendapat di kalangan madzhab dan pendapat-pendapat yang bisa benar
dan bisa salah, maka hal ini bisa menajikan shidq.
3. Shidq dalam mengetahui shidq. Shidq tidak dianggap betul menurut
ilmu orang-orang yang khusus kecuali dengan satu kalimat, bahwa
ridha Allah harus sesuai dengan amal, keyakinan, tujuan dan keadaan
hamba. Hamba itu ridha dan diridhai, amal-amalnya diridhai,
keadaannya benar dan tujuannya lurus. Jika seorang hamba
mengenakan pakaian pinjaman, maka amalnya yang paling bagus
adalah dosa, keadaannya yang paling benar adalah dusta dan
tujuannya yang paling bersih adalah diam tak berusaha.
Artinya, shidq yang sebenarnya hanya dapat diperoleh orang yang
benar dalam pengetahuannya tentang shidq Dengan kata lain, keadaan
shidq tidak bisa diperoleh kecuali setelah mendalami ilmu shidq.
Kemudian definisi lebih lanjut tentang shidq ini, bahwa shidq tidak
akan lurus kecuali jika ridha Allah sesuai dengan amal, keadaan,
keyakinan dan tujuan hamba. Ini merupakan keharusan shidq, faidah
dan hasilnya. Jika seorang hamba membenarkan Allah, maka Allah
akan meridhai amal, keadaan, keyakinan dan tujuannya, bukan berarti
ridha Allah itu merupakan shidq. Artinya, shidq itu dapat diketahui
dengan menye-suaikan dengan ridha Allah. Tapi dari mana hamba bisa
mengetahui ridha-Nya?
Di sana ada orang shadiq yang benar-benar merasa harus mengikuti
perintah, berserah diri kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
secara zhahir dan batinnya, mengikuti beliau, beribadah dengan
melakukan ketaatan kepada Allah tatkala bergerak dan saat diam,
dengan memurnikan tujuan karena Allah semata. Allah tidak meridhai
hamba kecuali dengan keadaan seperti ini.
Seorang hamba ridha dan diridhai, karena dia ridha kepada Allah sebagai
Rabb, ridha kepada Islam sebagai agama dan ridha kepada Muhammad
sebagai rasul. Karena itu Allah pun ridha kepada hamba dan
amal-amalnya diridhai-Nya.
Maksud perkataan Syaikh, "Jika seorang hamba mengenakan pakaian
pinjaman...." dan seterusnya, bahwa dia mengenakan pakaian orangorang
yang shadiqin, namun ruh dan hatinya tidak seperti mereka,
maka dia seperti orang yang merasa kenyang padahal belum diberi
apa-apa, sehingga dia seperti orang yang mengenakan dua pakaian
palsu. Inilah amalnya yang paling bagus, dan karenanya dia akan disiksa,
seperti siksa yang diberikan kepada orang yang berjihad atau
membaca Al-Qur'an karena riya'.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dzikir

AYAT DAN SURAH YANG DIUTAMAKAN MEMBACANYA PADA WAKTU-WAKTU TERTENTU

Terjemah KITAB AKHLAQ BAGI PEREMPUAN